Untuk sebagian orang ini mungkin hanya sebuah gedung atau bangunan. Untuk sebagian lagi, ini adalah tempat untuk bersosialisasi – mulai dari berteman, mencari pasangan, juga tidak sedikit yang memang mencari Tuhan untuk kebutuhan sosialisasinya –.
Untuk saya sendiri, Gereja adalah sejarah, sekaligus keseharian. Waktu kecil saya sering bermain di sini, sambil menunggu orang tua menunaikan ibadah mereka. Menginjak remaja, Gereja sering digunakan oleh anak-anak muda – sering disebut mudika (muda-mudi Katolik) – sebagai tempat untuk berkumpul. Pada saat itu mungkin fungsi Gereja tidak jauh berbeda dengan Starbucks (minus kopi, snack, asap rokok, dan rok mini). Itu mengapa Gereja adalah sejarah, dari kecil saya mengenalnya.
Saat ini, bagi saya Gereja sudah beralih fungsi.
Gereja itu hidup. Dia mengenalkan saya pada kerendahan hati. Dia juga yang memberi saya pengetahuan mengenai kasih dan memberi. Bayangkan saat kamu tidak menemukan satu orang pun yang bisa dipercaya untuk menerima keluh kesah kamu, fungsi Gereja menjadi sangat nyata.
Gereja adalah jembatan; antara bumi dan Surga; antara saya dan Tuhan. Sering saya berpikir, siapa saya buat Tuhan yang besar itu sampai Dia selalu melindungi saya. Kalau ada cinta yang tidak bersifat timbal balik, pasti hanya milik Tuhan dan orang tua.
Gereja adalah sebuah mesin yang selalu berhasil mengingatkan saya mengenai betapa kecil dan bukan siapa-siapanya saya. Itu mengapa bagi saya Gereja lebih merupakan keseharian untuk sekarang-sekarang ini.
Saya dedikasikan untuk Tuhan Yesus, Makhluk Super
Yang Penuh Kasih dan Cinta.
Terima kasih untuk merelakan waktu-waktu
sibuk-Mu, untuk menemui aku di Gereja.
sayangnya tidak bagi orang tua saya,,
ReplyDeleteAjak, nold, ajak, hehe.. Semangatt :)
ReplyDelete