Hallo! It's August already, can't imagine that 2012 is almost over in next four months, oh how time flies.. Anyway, how's life, folks? My life is still beautiful, beautiful like it always does. Recently i have this topic about a thing that i want to share with you guys.
Sometimes when you do something, or anything, do you know the objective of what you do? Or sometimes you just do it because everybody does it? And you just do something that way because everybody does it that way? Let's go to examples (and i will write further in Bahasa Indonesia just to make it more understandable for Indonesian people since maybe the topic is more relevant for them).
1. OSPEK
Mungkin banyak dari kita yang pernah, akan atau sedang menjadi panitia dari acara Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau yang secara lebih singkat dikenal dengan OSPEK. Pertanyaan dari gw cuma satu, apa sih sebenarnya tujuan panitia ketika mengadakan acara ini? Sebagian besar orang dari kepanitiaan universitas mana pun akan menjawab: untuk melatih mahasiswa baru agar tidak kurang ajar dengan angkatan atasnya dan hal-hal lain seputar moralitas. Pendapat gw, mungkin kalau ospek di fakultas teknik yang notabene terkenal cukup keras dan diadakan dalam jangka waktu yang lama, tujuan tersebut dapat tercapai, namun untuk fakultas-fakultas seperti ekonomi misalnya, apakah aktivitas ini relevan untuk mencapai tujuan yang ada? Well, untuk merubah moralitas seorang anak manusia, terkadang orang tua kita yang sudah bertahun-tahun hidup bersama saja tidak bisa, apalagi hanya dengan 1 minggu masa OSPEK. Gw sebenernya bukan orang yang anti dengan kegiatan ini, yang tidak gw sepakati hanyalah kalau kegiatan ini cuma dijadikan ajang tahunan yang pointless, cuma diadakan karena setiap tahun ada. Apalagi kalau sampai jadi ajang senang-senang buat angkatan atas karena punya kesempatan untuk memarahi mahasiswa baru, atau mungkin sekedar punya kesempatan untuk keluar dari kelas untuk mengurus acara ini.
2. Part di mana kita dipaksakan tinggal sekamar dengan kenalan yang tidak terlalu kita kenal saat ada acara tahunan kantor atau kampus (khusus untuk mahasiswa tingkat atas)
Untuk hal yang satu ini, gw juga sedikit bingung tentang objektif yang ingin dicapai. Sebagian orang pasti secara refleks akan menjawab: untuk mengakrabkan satu sama lain. Well, menurut gw di usia-usia tertentu hal-hal seperti itu sudah tidak bisa lagi untuk dipaksakan. Inisiatif untuk mau bersosialisasi tidak hanya dengan kawan yang kita sudah akrab adalah sudah menjadi hak sekaligus kewajiban masing-masing. Terutama untuk perempuan, hal tersebut cukup mengganggu. By default, perempuan terlahir untuk berkelompok. Itu mengapa perempuan bergosip, arisan dan nge-geng. Satu-dua-hari ditidurkan bersama dengan kenalan yang kita hanya senyum saat berpapasan ngga akan bisa membuat kita ngga balik ke geng kita lalu jalan bersama kawan tidur itu selama acara kantor atau kampus itu berlangsung. Yang didapat hanyalah awkward moment di malam hari, di saat di mana seharusnya kita semua bersenang-senang dan hanya bersenang-senang. Untuk usia-usia tertentu hal tersebut memang masih bisa diatur, kita masih bisa dirangsang untuk mau bersosialisasi dengan lingkungan lain, tapi at certain age hal itu sudah harus jadi kesadaran diri sendiri. Ngga harus dengan cara itu, orang-orang yang memang punya inisiatif cukup tinggi akan tetap kenal dengan berbagai komunitas di lingkungan kantor atau kampusnya. Again, gw ngga against ide ini, tapi gw cuma ngga mau kalau hal tersebut dijalankan seperti itu hanya karena setiap tahun dijalankan seperti itu.
3. Pacaran
Here it is the main focus. No judging, but this is the fact and this is my opinion. Banyak orang ketika pacaran membatasi pasangannya untuk melakukan hal ini, hal itu, untuk bertemu si ini, si itu. So then what's the point of the pacaran itself? I mean, bukannya tujuannya pacaran itu untuk menemukan orang terbaik yang mudah-mudahan akan jadi kandidat terbaik untuk jadi pasangan seumur hidup kita? Kalau saat pacaran kita dilarang untuk bertemu dengan banyak orang lain yang berlawanan jenis dengan kita, ya udah sekalian aja nikah langsung sama pacar kita itu toh kita ngga akan bisa dapetin orang lain juga since we are forbidden even only to meet someone else.
Kalau dengan pacaran kita diubah menjadi orang lain atau mengubah pasangan kita menjadi orang lain which is hard, lalu kenapa kita ngga take some times buat nemuin orang lain yang kita pingin itu instead of mempertahankan pasangan karena kita terlalu takut untuk keluar dari kebiasaan bersama pasangan dan lalu trying so hard untuk mengubah dan membatasi satu sama lain?
4. Kumpul kebo
Terus gimana dengan yang satu ini? Topik ini sebenernya udah pernah gw tulis di tulisan sebelumnya dengan judul "Moving-In". Singkat aja, kenapa sih kumpul kebo dilarang di sini? At the first place kenapa sih harus dikasih nama kumpul kebo? Dari namanya aja kita udah bisa tau kalau hal ini seolah-olah adalah hal yang negatif, padahal kalau di luar negeri sebenernya kan ini cuma as simple as moving-in step before somebody get married and moving in together for good. Padahal banyak yang bisa didapat dari aktivitas ini, eh malah dilarang kalo yang kayak gini. Trust me, pacaran doang ngga akan cukup untuk bisa mengenal pasangan kita. Dalam pernikahan, tidak hanya permasalahan sifat, prinsip dan sikap yang bisa membawa dampak besar, tapi juga masalah kebiasaan, bahkan 70% adalah masalah kebiasaan. Kebiasaan yang sebelumnya kita tidak tahu tapi setelah tahu ternyata kita tidak bisa menerima. Dari mana kita bisa tahu kebiasaan ini kalo bukan dari tinggal bareng? Well that's the question! Kalo para orang tua mengkhawatirkan anak perempuannya hamil di luar nikah by this activity, well my next question is: selain diperkosa (dan atau dipaksa, diancam, dll), gimana sih caranya seorang laki-laki bisa menghamili pacarnya kalau bukan pacarnya memang mau dan mengijinkan? Jadi jangan salahkan pihak laki-laki untuk kehamilan di luar nikah yang sudah diijinkan oleh pihak perempuan. The benefit is on you two, so does the risk.
Well, that's all for now. Really want to hear from you guys.
Thanks!
Ciao,
Alice.
No comments:
Post a Comment