Tuesday, August 28, 2012

Berimajinasi Mimpi

Imajinasi. Satu benda, tak terjamah, tak bernama. Tapi terasa begitu benar, begitu nyata. Imajinasi bisa jadi apa saja. Imajinasiku, imajinasimu, imajinasi mereka. Semua tak perlu sama. Ada manusia yang tak paham dengan imajinasi manusia lainnya. Bahkan ada yang belum paham dengan imajinasinya sendiri. Lalu ada juga manusia yang entah bagaimana bisa membantu manusia lainnya untuk melihat imajinasi mereka menjadi lebih dekat. Seorang pendongeng melihat mimpinya melalui ilustrasi seorang pelukis. Seorang perancang melihatnya melalui tangan seorang penjahit. Dan mungkin aku dan mimpiku melalui kamu.

Penari, pelukis, pemikir, penemu dan semua penghasil seni dan karya lainnya adalah bukti nyata bahwa mimpi itu ada. Bukti bahwa bermimpi itu bukan sia-sia. Mungkin aku tak pernah tahu rasanya dikekang menjadi seseorang. Rasanya dilarang untuk menjadi penulis, aku tak pernah tahu. Tapi aku jamin, minimal rasanya akan seperti punya tangan lalu dipelintir ke arah yang tak beraturan, atau lebih dari itu.

Setiap orang pasti punya sesuatu yang mereka percayai. Setiap orang juga pasti punya sesuatu untuk dicintai. Para penari pada gerakan, pelukis pada coretan, penulis pada guratan, penemu pada ilmu pengetahuan dan mungkin seorang ekonom pada sistem keuangan. Mereka dengan masing-masing hal yang mereka impikan. Mereka berkhayal bahwa suatu saat nanti orang lain akan turut percaya pada hal yang mereka citakan. Bahwa orang lain akan turut menyaksikan keindahan yang mereka lihat dari hal yang mereka cintakan. Dari situlah mereka mendapat kekuatan dan keberanian untuk memperjuangkan hal yang mereka bela. Hal yang mereka pikir mereka sungguh bagus dalam melakukannya.

Seberapa pun kita berusaha mengingkari, kita tidak akan pernah bisa lari jauh dari diri sendiri. Kita tetaplah kita. Kita adalah kita. Pada akhirnya kita akan tahu bahwa realita tidak seharusnya membunuh mimpi. Karna realita tak mungkin membunuh kita. Dan mimpi itulah kita. Kita adalah mimpi itu. Seorang penari bukanlah penari tanpa impiannya untuk bergerak, meloncat dan menari. Seorang pelukis bukanlah pelukis tanpa mimpinya untuk menuang cat dalam warna. Seorang penulis tak akan sampai pada tujuannya menjadi penulis tanpa khayalan dan puisi-puisi malamnya. Maka realita benar-benar tak seharusnya membunuh mimpi. Kita semua harus menemukan cara untuk membuat mimpi suatu saat menjadi realita. Mimpi menjadi nyata.

Di saat semua terasa begitu berat dan melambat, Tuhan akan mempertemukan kita dengan mata yang lain. Pendongeng melalui mata seorang pelukis. Penulis melalui alunan nada para musisi. Dan aku melalui kamu. Maka topik seputar mimpi tak kan pernah habis dibahas asa. Karna akan terus ada seorang penari yang akhirnya menjadi penari. Seorang pelukis yang menjadi pelukis. Dan mimpiku terasa lebih dekat. Begitu benar. Mimpi menjadi nyata.

No comments:

Post a Comment